Terlalu Butuh Validasi? Emang Kenapa?
Pernah
nggak denger orang bilang, "Duh, dia tuh terlalu butuh validasi!"
seakan-akan itu dosa besar yang harus dihapus dengan refleksi
panjang? Padahal, jujur aja, siapa sih yang nggak seneng kalau usahanya diakui?
Dari kecil, kita udah cukup akrab sama validasi. Ingat nggak waktu pertama kali bisa jalan terus orang tua tepuk tangan kayak kita baru menang olimpiade? Atau waktu gambar rumah dengan dua gunung dan matahari di tengah dapet bintang dari guru? Nah, itu semua bentuk validasi yang bantu kita ngerti kalau usaha kita ada nilainya.
Tapi
anehnya, makin gede, validasi kok jadi sesuatu yang harus ditahan-tahan? Kalau
terlalu senang dipuji, dikira haus perhatian. Kalau upload sesuatu hal yang
membuat kita
bangga, dibilang cari muka. Padahal, asal
nggak berlebihan, validasi itu bukan cuma normal, tapi juga sehat!
Mana Batasnya?
Bukan berarti kita harus hidup bergantung pada pujian orang lain, ya. Kalau udah sampai tahap kayak nggak bisa happy tanpa persetujuan orang, nah, itu sih bisa jadi lampu kuning.
Contoh:
- Validasi wajar: Seneng dipuji tapi tetap bisa bangga sama diri sendiri meskipun nggak semua orang ngasih tepuk tangan.
- Validasi berlebihan: Hidup terasa hampa tanpa like dan komentar di media
sosial.
Kuncinya?
Keseimbangan. Gak ada salahnya menikmati apresiasi, asal jangan sampai itu jadi
satu-satunya sumber kebahagiaan.
Satu hal yang juga penting: jangan sampai kita salah kaprah antara validasi dari pencapaian dengan flexing alias pamer.
Validasi dari prestasi: Misalnya kita kerja keras, dapet hasil bagus, dan senang ketika orang lain mengakui usaha kita. Ini wajar dan bahkan bisa jadi motivasi untuk terus berkembang.
Flexing berlebihan: Kalau tiap hal kecil harus diposting lengkap dengan caption puitis yang intinya ingin pamer, ya itu bukan lagi soal validasi sehat, tapi lebih ke craving perhatian.
Jadi, boleh cari validasi, tapi tetap elegan. Jangan sampai niatnya apresiasi berubah jadi ajang pamer yang bikin orang eneg!
Trik Supaya Nggak Kecanduan Validasi
- Kenali dan Hargai Diri Sendiri – Kalau udah tahu nilai kita, pujian itu bonus, bukan keharusan.
- Validasi Diri Sendiri – Kadang kita lupa kalau kita bisa kasih tepukan ke diri sendiri. "Aku keren juga hari ini!" atau "Wah, kerjaanku mantap!" sangat boleh kok.
- Batasi Dosis Medsos – Media sosial itu gudang perbandingan. Kadang kita jadi butuh validasi karena ngerasa kalah keren sama feed orang lain.
- Pilih Inner Circle yang Asik – Dikelilingi orang yang supportif itu bikin kita nggak merasa harus terus-menerus 'membuktikan diri'.
Santai Aja, Validasi Itu Wajar!
Pada
akhirnya, nggak semua orang bakal ngerti jalan pikiran kita. Dan itu nggak
masalah! Mau kita cari validasi atau nggak, pasti ada aja yang nyinyir. Jadi,
buat apa repot-repot mikirin pendapat orang yang nggak ada kontribusinya ke
hidup kita?
Yang
penting, kita tetap jadi diri sendiri, menikmati pujian sewajarnya, dan nggak
kehilangan kepercayaan diri hanya karena kurangnya tepuk tangan dari orang
lain.
Jadi,
kalau ada yang bilang kamu terlalu butuh validasi, jawab aja, "Ya namanya
juga manusia!" Yang penting, kita tahu kapan menikmati pujian dan kapan
cukup percaya sama diri sendiri.
Lagian,
hidup ini udah cukup ribet. Kalau ada yang mau memuji, masa iya kita tolak? 😉
Komentar